Halaman

Rabu, 07 April 2010

Dakwah yang Bijak

DAKWAH YANG BIJAKJul 4, '06 7:13 AM
for everyone


Oleh H. Don

Dalam berbagai kesempatan saya selalu menegaskan bahwa thariqat berada dalam Islam. Thariqat adalah jalan menuju Tuhan. Thariqat merupakan cara untuk mencapai keyakinan yang haq tentang eksistensi Tuhan. Dengan thariqat seseorang dapat mengalami suasana kerohanian dan nuansa keilahian yang akan memberinya ketenangan hidup dan sekaligus membekalinya dengan kekuatan untuk dapat survive dalam menjalani hidup yang penuh dengan tantangan ini, dan sekaligus untuk dapat kembali kepada Tuhan dengan ridha dan diridhai. Intinya, thariqat adalah aspek kerohanian dalam Islam dengan tujuan puncak mencari ridha Allah. Tanpa aspek ini, Islam sesungguhnya tidak lagi dapat disebut sebagai agama, apalagi agama yang oleh Nabi telah ditetapkan "unggul dan tidak ada yang mengunggulinya". Agama yang mengabaikan aspek kerohanian benar-benar tidak lagi dapat disebut sebagai agama; ia tidak lebih dari sekadar budaya.

Dengan demikian, thariqat merupakan kebenaran, dan kebenaran harus kita sampaikan, harus kita dakwahkan, agar atribut rahmatan lil 'alamin benar-benar teraktualisasi dalam diri kita, sehingga ridha Allah pun terus mengiringi langkah kita dari dunia hingga akhirat. Kita harus menebarkan nikmat dan manfaat yang telah kita rasakan dari semua aktivitas berthariqat, karena dalam surat Adh-Dhuha Tuhan telah memerintahkan, "Adapun nikmat Tuhanmu (yang telah kamu peroleh), maka ceritakanlah (sebagai ungkapan syukur kepada-Nya)."

Persoalannya, bagaimana cara terbaik dan efektif dalam mendakwahkan thariqat kepada masyarakat luas?

Masing-masing orang punya kiat dan teknik sendiri-sendiri dalam berdakwah. Adakalanya kiat dan teknik tertentu cocok bagi seseorang tetapi tidak cocok bagi yang lain. Semuanya sama saja dan bisa saling melengkapi. Yang paling penting untuk diperhatikan dalam berdakwah adalah akhlak kita, yaitu kemampuan mengenal diri sendiri dan memahami perasaan orang lain, sedemikian rupa sehingga kita bisa tampil bijak dan berdakwah dengan bijak. Dalam kaitan inilah mengapa Tuhan berfirman, "Berdakwahlah ke jalan Tuhanmu dengan bijak dan nasehat yang baik."

Kita boleh—dan bahkan harus—yakin tentang kebenaran thariqat, tetapi kita juga harus bijak dalam menyampaikan keyakinan kita, apalagi kepada masyarakat umum yang sehari-hari hanya mengenal fikih sebagai kebenaran tunggal dalam Islam. Kita harus berusaha menghindarkan diri dari mengatakan, misalnya, bahwa thariqat adalah satu-satunya kebenaran, atau bahwa orang yang belum berthariqat pasti masuk neraka, belum mendapat hidayah, belum mengenal Tuhan yang sebenarnya, dan lain sebagainya. Alangkah indahnya apabila kita tidak mengatakan hal-hal yang akan menoreh luka dalam hati orang lain. Alangkah indahnya apabila kita sebagai orang-orang thariqat bisa menunjukkan sikap rendah hati (tawadhu') dan menghilangkan sikap arogansi (takabbur).

Kita harus menyadari betul bahwa kita sendiri pun belum tentu masuk sorga, apalagi kalau dalam berthariqat kita masih belum melaksanakan syarat dan rukun thariqat secara benar. Oleh karena itu, alangkah baiknya kalau dari lisan kita tidak pern`ah terucap kata-kata "Saya sudah pasti masuk sorga". Kata-kata semacam ini sangat dikhawatirkan justru dinilai oleh Allah sebagai kesombongan, padahal Nabi pernah menegaskan, "Tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meskipun sekecil biji dzarrah." Hal lain yang harus kita sadari adalah bahwa kita bisa masuk sorga hanya semata-mata karena rahmat Allah, bukan karena yang lain.

Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama berusaha melatih diri agar selalu berada dalam kondisi batin antara "harap dan cemas". Kita berharap agar Allah selalu membimbing dan merahmati kita, dan pada saat yang bersamaan kita harus cemas ditinggalkan Allah yang boleh jadi karena arogansi dan kesombongan kita, termasuk dalam berdakwah.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar